Thursday, August 23, 2007

Yuyun Datang ke Depok


Adik bungsu saya, Yuyun, pada 8 Juli silam datang ke Depok bersama Ibuk saya, Lik Cip serta dua anaknya: Puput dan Nisa. Tujuan mereka liburan sekaligus tengok saya.

Dari Kudus mereka naik bus "Haryanto" turun di terminal Lebak Bulus. Berangkat pukul 06 sore bus sampai Lebak Bulus sekira pukul 04.30 pagi. Saya jemput mereka.

Mas Andik yang berangkat bareng rombongan kecil ini menelpon saya dan bilang agar ketemu di masjid dalam komplek terminal. Dia yang mengawal rombongan. Mas Andik sekarang tinggal di daerah Bintaro dekat kampus Sekolah Tinggi Administrasi Negara. Kebetulan dia dan istrinya pergi ke Kudus menengok Mbah Ratmi.

Kami pun bertemu di masjid sebelah selatan terminal sebelah pintu keluar. Masjid ini bercat biru laut. Suasana masjid subuh itu ramai. Banyak orang mampir kesini dari yang mulai ingin shalat, cuci muka, atau sekadar melepas lelah.

Kami shalat subuh sebentar setelah itu berpisah dengan Mas Andik dan istrinya. Mereka pulang dulu ke Bintaro. Saya dan rombongan Yuyun keluar terminal untuk cari taksi "Ekspress". Taksi ini menggunakan tarif lama sehingga lebih hemat. Perjalanan Lebak Bulus-Depok bayar Rp. 45.000.

Bagi Yuyun dan Ibuk saya, liburan kali ini merupakan kedatangannya yang kedua di Depok. Yuyun tampak sudah familiar dengan lingkungan rumah. Tak kuatir lagi dengan turunan curam menuju rumah. Dengan kelebihan pengalamannya di rumah, Yuyun sering terlihat memberitahu dua adik sepupunya.

Di rumah, rombongan Kudus ini disambut istri dan mertua saya. Kebetulan Bapak-Ibuk ada acara di Jakarta sehari sebelumnya dan seperti biasa menginap di rumah.

Yuyun, Puput, dan Nisa sepertinya sudah merancang hendak bepergian ke Dunia Fantasi Ancol. Mereka ingin sekali pergi kesana dan minta saya untuk mengantar. Di sana tiap orang bisa menikmati banyak wahana permainan. Ada Halilintar, Arum Jeram, Burung Besi, sampai Bombom Car. Banyak yang gratis, ada juga yang harus bayar tambahan.

Keesokan harinya, kami berangkat ke Ancol pukul 10 pagi dari rumah. Naik taksi menuju halte busway Kampung Rambutan melewati kawasan Korps Pasukan Khusus (Kopassus) Cijantung. Melintasi kawasan ini, kesan saya, amat menyeramkan. Di sepanjang jalan yang membelah komplek itu terasa sekali bagaimana kultur militer berlaku. Ada papan bertuliskan kawasan wajib helm--yang menurut hemat saya bukan urusan militer tapi polisi.

Kemudian bila kita keluar komplek Cijantung dari arah Kalisari menuju Pasar Rebo, gerbangnya dibuat ornamen dua buah pisau belati ukuran raksasa yang melintang di atas jalan. Huh, simbol militer yang direpresikan pada publik..

Kopassus memiliki catatan kelam dalam perjalanan negara ini. Prabowo Soebijanto, mantan menantu Soeharto pernah memimpin kesatuan elit angkatan darat ini, dituduh memimpin penculikan aktivis anti-Soeharto pada 1997an.

Bekas komandan Kopassus lainnya yang bermasalah adalah Muchdi Pr, yang sekarang menjabat sebagai Kepala Divisi V Badan Intelijen Negara. Muchdi orang dekat Prabowo Soebijanto. Dirinya belakangan tersandung kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir. Dia tercatat secara intens berkomunikasi dengan Pollycarpus, tertuduh pembunuh almarhum Munir.

Saya rasa Yuyun, Puput, Nisa, Ibuk saya, maupun Lik Cik belum tahu soal ini. Ketika melintasi Cijantung Yuyun hanya asyik main telpon genggam saya. Saya duga ia segera ingin sampai di Dufan siang itu.

Kami turun di halte Kampung Rambutan menuju halte busway. Dari halte situ, penumpang tak terlalu banyak. Namun ketika merayap ke arah Kampung Melayu, lama-kelamaan bus sesak. Penumpang berimpit-impitan. Untung kami kebagian tiga kursi. Saya dan Ibuk saya memilih berdiri.

Busway berhenti di halte Kampung Melayu untuk ganti armada jurusan Ancol. Tapi kami tak sanggup. Di dalam halte antrian panjang banget. Akhirnya kami memutuskan naik taksi saja.