Monday, January 22, 2007

Eulogi Setahun Lalu

MENURUT jadwal, Jumat sore besok saya akan bertolak pulang ke Kudus. Kali ini saya sendirian karena istri masuk kantor Sabtu-nya. Saya akan berada di Kudus sampai Minggu sore. Hanya dua hari saja di sana.

Ini semua demi sebuah acara selamatan setahun meninggalnya ayah saya, M. Subiyanto. Beliau meninggal karena mendadak sakit pada sebuah pagi setahun lalu.

Beliau sudah lama mengidap penyakit semacam stroke ringan, namun itu tidak membuatnya sakit berat. Apalagi menyerempet maut. Dengan kondisi begitu, praktis bapak tidak bisa beraktivitas. Dia hanya makan, minum, nonton tivi, atau tiduran. Bapak masih saja bisa tertawa, sedih, meski kalau bicara tidak terlalu lancar.

Saat itu saya tidak punya firasat buruk apa pun. Saya sedang berada di Jakarta, tempat saya bekerja. Pukul 06.45, setahun lalu, telepon genggam saya tiba-tiba berdering. Di ujung sana, Lik Amin menanyakan kepada saya apa bisa pulang ke rumah sekarang?

Saya belum tahu maksudnya saat itu. Saya sedang berpikir apa saja yang harus saya kerjakan di kantor hari itu dan seminggu ke depan, jika saya pulang. Saya ingat, saya harus membantu menyiapkan sebuah training drafting untuk kantor.

"Kalau bisa segera," kata Lik Amin makin bikin saya penasaran. "Bapakmu sakit, semua saudara sudah pada kumpul di rumah." Ada apa ya? tanya saya dalam hati.

"Ya udah, kalau begitu ibu suruh telepon ke aku saja," pintaku ke Lik Amin.

"Tidak bisa, dia lagi nemenin bapakmu." Aku masih belum tahu persis apa yang terjadi di rumah.

Tak lama, Todik, adik saya nomor dua menelpon. "Mas, cepet pulang. Bapak sakit!" Saya jawab singkat: "Ya udah, aku cari kereta apa bus ntar." Saya sedang menduga, bapak sakit mendadak.

Pagi itu Jakarta diselimuti awan gelap. Gerimis mulai membesar. Namun kos saya masih lengang. Belum ada tanda-tanda teman kos yang bangun. Lalu saya pergi mandi. Saya meraung pelan di kamar mandi. Saya menangis mengingat bapak. Sebagai anak, saya merasa belum sempat membalas budinya.

Kepala saya pusing. Lapar tidak saya rasakan. Hujan tidak saya hiraukan. Saat itu, saya berpikir jika Tuhan memberi satu kesempatan dalam hidup, saya memohon diberi kesempatan bertemu dengan bapak untuk terakhir kalinya.

Namun, Tuhan tidak pernah mengabulkan permintaan saya itu. Tidak apa-apa. Semoga almarhum diterima di sisi-Nya. Itu saja. Tidak lebih.

0 komentar: