Wednesday, January 31, 2007

Perpisahan Camila Amalia

PERPISAHAN biasanya identik dengan keharuan, pesan dan kesan, dan sedikit perayaan. Ini terjadi Kamis siang ini saat pesta perpisahan Camila Amalia dengan kawan-kawan sekantor.

Camila Amalia, biasa kami panggil Lia, akan pindah bekerja di Bank Indonesia mulai bulan ini.

Perayaan diadakan secara sederhana dengan menggelar makan siang bareng. Nasi langgi dibungkus daun pisang. Isinya abon. Udang. Ayam. Telur dadar iris panjang. Sambel merah dan daun kemangi. Nikmat. Mak nyuss..

Bagi Lia, acara perpisahan ini bertepatan dengan setahun dia bekerja di PSHK. Selama masa itu, dia merasa mengalami masa-masa menyenangkan. Ada suasana kebersamaan. Kesederhanaan. Kehangatan. Tiga hal ini yang membuat berat untuk meninggalkan PSHK.

Dia berterima kasih kepada semua kawan-kawan kantor yang telah bekerja sama selama ini. "Buat Ronal, terima kasih dengan alunan musik dugemnya, meski sebenarnya saya tak begitu suka," kata Lia berkomentar soal Ronal, kawan sebelah meja kantornya. "Pun demikian buat semua. Ole, Pak Andi, Mas Danang, Mas Aria, Mbak Erni, Mas Wiwid, Mas Amin, Anna, Mas Ery yang lucu.

"Juga Mas Rival yang saya anggap sebagai kakak," kata Lia. Spontan ini disambut ger-geran oleh yang lain seolah ada yang janggal. Rival yang duduk paling ujung di sebelah tumpukan makanan, secara menggelikan mengambil satu kotak makanan lagi. "Biasa.. kakak, boleh tambah lagi dong," kata Rival.

***


LIA alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Orang tuanya juragan batik Pekalongan. Semasa kuliah, Lia aktif di sebuah penerbitan mahasiswa. Mengikuti training jurnalistik, meliput, dan menganalisis masalah-masalah hukum untuk media kampusnya.

Di PSHK, jabatannya peneliti. Selama setahun berkarir, ia sudah ikut memantau beberapa rancangan undang-undang seperti RUU Kebebasan Informasi Publik, RUU Kementrian Negara, dan RUU Pemerintahan Aceh.

Sebagai pemantau dia harus berjibaku di Senayan. Mencari dokumen, risalah, sampai membangun relasi dengan staf sekretariat. Pekerjaan ini memang tidak gampang. Tak jarang dia terbentur pada budaya birokrasi yang memandang dokumen sebagai rahasia negara yang tidak bisa diakses publik.

Dengan kondisi dan tiadanya jaminan hukum menyangkut kepastian akses informasi ini, perlu pintar-pintar mencari celah agar mendapat bahan yang dicari. Biasanya Lia melakukan kontak intensif dengan anggota parlemen, memanfaatkan koneksi atau staf kesekretariatan untuk menyiasatinya.

Memang tak semua birokrat punya watak tertutup. Ada juga birokrat yang gugup ketika berhadapan dengan aktivis macam Lia. Suatu saat, dia ditugaskan untuk mewawancarai seorang birokrat eselon 2 sebuah departemen untuk kepentingan riset PSHK. Dia mendatangi dengan santai instansi yang dituju. Setelah menyatakan maksudnya, Lia kemudian melanjutkan dengan mulai wawancara. Kaset sudah dipasang. Tape perekam dinyalakan. Klik. Wawancara pun mulai berjalan.

Saat itu dengan rileks, Lia mulai memancing informasi seputar apa yang ingin ia dapatkan. Namun birokrat tampaknya kurang tenang. Grogi seperti ketakutan. Ketika wawancara, sang birokrat memegang sebuah dokumen untuk bahan menjawab. Tangannya seperti gemetaran. Tanpa disadari... Uuupss. Lembaran dokumen yang dibawa birokrat terjatuh di lantai.

Lia tertawa kecil melihatnya.

"Masa dia biasa dialog dengan menteri, tapi begitu ketemu LSM birokrat itu langsung ciut dan grogi," kata Lia pada saya.

***


DI kantor kami, struktur organisasi terbagi dalam tiga direktorat: operasional, dokumentasi dan informasi, serta direktorat program. Ini merupakan pengembangan struktur yang diadakan setelah terpilihnya kembali Mbak Bibip sebagai direktur eksekutif PSHK. Sebelumnya, segregasi struktur hanya dibagi dalam dua bidang: peneliti dan non peneliti.

Direktorat operasional dikepalai oleh Eryanto Nugroho, master hukum lulusan Utrech University. Di bawahnya ada tiga divisi yang masing-masing dikepalai oleh manajer. Yakni divisi keuangan, umum, dan sumber daya manusia.

Sementara dalam direktorat dokumentasi dan informasi terdapat divisi penerbitan dan perpustakaan. Direktorat ini dipimpin Rival Ahmad. JENTERA yang saya tangani berada dalam divisi ini.

Aria Suyudi mengepalai direktorat program yang tugas intinya adalah menangani riset yang dikerjakan PSHK. Dia dulu wakil direktur eksekutif. Erni Setyowati, peneliti yang sudah bekerja tujuh tahunan untuk PSHK duduk sebagai deputi direktur. Lia, secara struktural berada dalam gerbong direktorat ini.

Di lembaga kami, ketiga direktorat tidak dipisahkan secara ketat. Penelitian tidak hanya dikerjakan oleh direktorat program meski semua bermuara di sini. Beberapa personel di luar direktorat program masih diperbolehkan terlibat dalam proyek riset. Ada kalanya juga, peneliti kami minta menulis di JENTERA yang berada di bawah divisi penerbitan.

Lia, misalnya. Dia pernah menulis soal kebebasan informasi publik kaitannya dengan kepentingan ekonomi-politik swasta. Dia menguraikan bagaimana sejatinya badan publik yang wajib menyediakan informasi tidak hanya dari kalangan pemerintah. Namun kalangan swasta juga perlu diterapkan.

Saya merasa kualitas tulisannya bagus. Alurnya jalan. Bahasanya populer. Analisisnya tajam. Saya waktu itu tak banyak melakukan editing. Saya berharap Lia akan tetap menulis seperti itu. Meski cuma di blog pribadi.

0 komentar: