Wednesday, May 16, 2007

Sebuah Kenangan dari Kupang


Kupang sebuah kota yang sulit untuk saya lupakan. Ada pantai yang indah, suasana kota tenang, udara bersih, dan orang yang ramah. Beruntung saya bisa mengunjunginya tengah Maret lalu.

Saya datang ke Kupang bersama Willy Purnasamadhi, peneliti Demos. Kami berada disana selama dua hari untuk focussed-group discussion (FGD) riset tentang representasi. Kupang, bagi saya, adalah tempat kedua setelah Bali, daerah luar Pulau Jawa yang saya kunjungi selama ini.

Saya sampai di bandara El Tari jam 10 malam waktu setempat. Naik Lion Air dari Jakarta dan sempat transit di bandara Juanda Surabaya. Saat itu, penerbangan Jakarta-Kupang tak mulus. Di langit, pesawat menerjang badai. Dentuman angin ke badan pesawat terasa jelas. Suasana sunyi.

El Tari jam segitu masih ramai. Kami dijemput sopir Hotel Sasando Internasional, tempat kami menginap. Naik colt putih. Mobil penuh. Jalanan gelap, berkelok-kelok. Bau solar tercium sampai dalam mobil.

Hotel Sasando Internasional hotel terbesar di Kupang. Mulanya, hotel ini dimiliki oleh Jawa Pos Group, namun menurut Pius Rengka salah satu anggota parlemen setempat, hotel ini sudah berpindah tangan ke Jusuf Kalla. Ada tiga bangunan utama hotel ini: resepsionis dan tempat makan jadi satu di bagian depan. Sebelahnya diperuntukkan untuk aula. Sedang kamar berada di belakangnya.

Kami menginap di lantai satu. Rate-nya Rp. 250.000 per malam. Harga yang cukup mahal untuk ukuran setempat. Meski sederhana, kamarnya bersih. Sea view.

Untuk keperluan FGD, kami mengundang sejumlah tokoh setempat yang konsen dengan soal kepartaian dan representasi. Selain Pius Rengka, hadir juga antara lain Anna Djukana, Torry, John Kotan, Minggus da Silva, Frans Rengka. Umumnya mereka mengeluh dengan disain kepartaian sekarang. Apa-apa diatur sangat sentralistik oleh Jakarta. Partai harus memiliki kepengurusan nasional, dan kantor pusatnya harus di ibukota negara.

Ini belum menyangkut syarat administratif pembentukan partai yang diperberat oleh elit politik di Senayan. Elit ini partai-partai besar macam Partai Golkar, PDI Perjuangan, dan PAN).

"UU (Partai Politik) itu derivasi Konstitusi, tidak bisa dikarang-karang sendiri oleh Jakarta," kata Frans Rengka dalam FGD.

Kesan saya, peserta FGD ini sangat politis. Kritis. Saya senang dengan ini. Dan saya tidak akan melupakan sampai kapan pun: Kupang dan orang-orangnya.

2 komentar:

Anonymous said...

aseli wong kudus ternyata... ;)

Wiwid said...

Saya sejak lahir sampai lulus sekolah menengah atas pada 1999 di Kudus . Setelah itu saya pergi ke Jogja untuk kuliah, dan sekarang saya tinggal di Depok.

Kalau boleh tahu Anda siapa ya? Orang Kudus juga?